
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam merupakan komponen terpenting untuk membentuk dan mewarnai corak
hidup masyarakat. Pendidikan Islam sangat penting bagi ummat Islam karena dapat
mempelajari ilmu pengetahuan dan yang lainnya. Pendidikan Islam dikenal sejak
zaman Nabi sampai sekarang. Di Indonesia mengenal pendidikan Islam sejak Islam
datang ke Indonesia. Pendidikan ini memakai sistem sorongan/perorangan dan
berlangsung secara sangat sederhana serta tidak mengenal strata atau tingkatan
seperti pada pesantren dan kemudian berkembang dengan sistem kelas seperti pada
pendidikan madrasah.
Kalau kita berbicara tentang pendidikan Islam di Indonesia, sangatlah erat
hubungannya dengan lembaga-lembaga pendidikan karena suatu pendidikan pasti ada
lembaga yang membantu. Lembaga pendidikan Islam adalah wadah atau tempat
berlangsungnya proses pendidikan Islam yang bersamaan dengan proses
pembudayaan, dan itu dimulai dari lingkungan keluarga. Seperti dalam firman
Allah swt dalam QS. At-Tahrim: 6, yaitu: “Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan”.
Pada ayat ini diperintahkan untuk memberi peringatan dan dakwah pada
keluarga. Berdasarkan beberapa bentuk lembaga pendidikan Islam tersebut,
tampaknya sangat berperan dalam penyelenggaraaan pendidikan Islam. Oleh karena
itu kami akan membahas lebih mendalam mengenai lembaga pendidikan Islam dalam
makalah kami kali ini yang berjudul “Lembaga Pendidikan Islam”
B.
Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi fokus permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari lembaga pendidikan Islam ?
2. Apa tanggung jawab lembaga pendidikan Islam ?
3. Apa jenis-jenis lembaga-lembaga pendidikan ?
4. Apa-apa saja tri pusat pendidikan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Lembaga Pendidikan Islam
Secara etimologi, lembaga adalah asal sesuatu, acuan, sesuatu yang memberi
bentuk pada yang lain, badan atau organisasi yang bertujuan mengadakan suatu
penelitian keilmuan atau melakukan sesuatu usaha. Dari pengertian ini dapat
dipahami bahwa lembaga mengandung dua arti, yaitu: 1. Pengertian secara fisik,
materil, konkrit, 2.Pengertian secara non fisik, non materil dan abtsrak.
Dalam bahasa Inggris, lembaga disebut institut (dalam pngertian fisik),
yaitu sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, dan lembaga dalam
pengertian non-fisik atau abstrak disebut institution, yaitu suatu sistem norma
untuk memenuhi kebutuhan. Lembaga dalam pengertian fisik disebut juga dengan
bangunan, dan lembaga dalam pengertian nonfisik disebut dengan pranata.
Ada dua unsur yang kontradiktif dalam pengertian lembaga, pertama
pengertian fisik materil, konkret, dan kedua pengertian secara nonfisik, non
materil dan abstrak. Terdapat dua versi pengertian lembaga dapat dimengerti
karena lembaga diinjau dari beberapa orang yan mengerakkannya, dan ditinjau
dari aspek nonfisik lembaga merupakan suatu sistem yang berperan membantu
mencapai tujuan.
Adapun lembaga pendidikan Islam secara terminologi dapat diartikan suatu
wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam. Dari definisi di atas
dapat disimpulkan bahwa lembaga pendidikan itu mengandung pengertian konkrit
berupa sarana dan prasarana dan juga pengertian secara abstrak, dengan adanya
norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu, serta penanggung jawab pendidikan
itu sendiri.
Secara terminologi menurut Hasan Langgulung lembaga pendidikan adalah suatu
sistem peraturan yang bersifat mujarrad, suatu konsepsi yang terdiri dari
kode-kode, norma-norma, ideologi-ideologi dan sebagainya, baik yang tertulis
atau tidak, termasuk perlengkapan material dan organisasi simbolik: kelompok
manusia yang terdiri dari individu-individu yang dibentuk dengan sengaja atau
tidak, untuk mencapai tujuan tertentu dan tempat-tempat kelompok itu
melaksanakan peraturan-peraturan tersebut adalah mesjid, sekolah, kuttab dan
sebagainya.
Pendidikan Islam termasuk bidang sosial sehingga dalam kelembagaannya tidak
terlepas dari lembaga-lembaga sosial yang ada. Lembaga sosial tersebut terdiri
dari tiga bagian, yaitu:
1. Asosiasi, misalnya universitas, persatuan atau perkumpulan
2. Organisasi khusus, misalnya penjara, rumah sakit dan sekolah-sekolah
3. Pola tingah laku yang menjadi kebiasaan atau pola hubungan sosial yang
mempunyai hubungan tertentu.
Lembaga sosial adalah
himpunan norma-norma tentang keperluan-keperluan pokok di dalam kehidupan
masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan lembaga pendidikan adalah
suatu bentuk organisasi yang tersusun relatif tetap atas pola-pola tingkah
laku, peranan-peranan dan relasi-relasi yang terarah dalam mengikat individu
yang mempunyai otoritas formal dan sanksi hukum, guna tercapainya
kebutuhan-kebutuhan sosial dasar.
Berdasarkan uraian di
atas, lembaga pendidikan secara umum dapat diartikan sebagai badan usaha yang
bergerak dan bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan terhadap anak
didik. Adapun lembaga pendidikan Islam dapat diartikan dengan suatu wadah atau
tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam yang bersamaan dengan proses
pembudayaan.
B. Tanggung Jawab Lembaga-lembaga Pendidikan
Tanggung jawab lembaga pendidikan dalam segala jenisnya menurut pandangan
Islam adalah kaitannya dengan usaha mensukseskan misi dalam tiga macam tunttan
hidup seorang muslim,yaitu:
a. Pembebasan manusia dari ancaman api neraka sesuai firman Allah: “Jagalah
dirimu dan keluargamu dari ancaman api neraka” (QS. At-Tahrim: 6)
b. Pembinaan umat manusia menajdi hamba Allah yang memiliki keselarasan dan
keseimbangan hidup bahagia di dunia dan di akhirat
c. Membentuk diri pribadi manusia yang memancarkan sinar keimanan yang kaya
dengan ilmu pengetahuan, yang satu sama lain saling mengembangkan hidupnya
untuk menghambakan dirinya kepada Khaliqnya.
C. Jenis-jenis (Bentuk) Lembaga Pendidikan Islam
Berbicara tentang lembaga pendidikan sebagai wadah berlangsungnya
pendidikan, maka tentunya akan menyangkut masalah lingkungan dimana pendidikan
tersebut dilaksanakan. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih luas tentang
jenis-jenis lembaga pendidikan Islam harus ditinjaunya dari berbagai aspek,
seperti yang akan dijelaskan sebagai berikut.
a. Lembaga Pendidikan Islam Dilihat dari Ajaran Islam
sebagai Asasnya
Dalam ajaran islam, perbuatan manusia disebut dengan
amal, yang telah melembaga dalam jiwa seorang muslim, baik amal yang
berhubungan dengan Allah swt maupun amal yang berhubungan dengan manusia dan
alam semesta. Sedangkan Mahmud Syaltut mengemukakan bahwa ajaran Islam mencakup
aspek aqidah, syariah dan muamalah yang dapat membimbing manusia menuju
kehidupan yang lebih baik.
Asas seluruh ajaran dan amal islam adalah iman. Islam
telah menetapkan norma- norma dalam mengajarkan ajaranya. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Sidi Ghazalba. Bahwa jenis lembaga pendidikan Islam yang serba
tetap dan tidak boleh berubah dan tidak mungkin berubah adalah:
-
Rukun iman adalah asas
ajaran dan amal islam
-
Ikrar, keyakinan atau
pengucapan dua kalimat syahadat, adalah lembaga pernyataan
-
Thaharah, lembaga
penyucian
-
Shalat, lembaga utama
diri
-
Zakat, lembaga
pemberian wajib
-
Puasa, lembaga menahan
diri
-
Haji, lembaga kunjungan
ke Baitullah
-
Ihsan, lembaga membaiki
-
Ikhlas, lembaga yang menjadikan
amal agama
-
Taqwa, lembaga menjaga
hubungan dengan ALLAH SWT
Adapun lembaga-lembaga
yang dapat berubah, karena perubahan norma- norma adalah sebagai berikut:
-
Ijtihad, lembaga
berpikir
-
Fiqih, lembaga putusan
tentang hukum yang dilakukan dengan metode ijtihad
-
Akhlak, lembaga nilai-
nilai tingkah laku perbuatan
-
Lembaga pergaulan
masyarakat (social)
-
Lembaga ekonomi
-
Lembaga politik
-
Lembaga pengetahuan dan
tekhnik
-
Lembaga seni
-
Lembaga negara
Agama islam adalah
agama yang universal, serba tetap dan tidak terikat oleh ruang dan waktu, dan
merupakan agama yang diridhai Allah Swt.
b. Lembaga Pendidikan Islam ditinjau dari Aspek
Penanggung Jawab
Tanggung jawab kependidikan merupakan suatu tugas
wajib yang harus dilaksanakan, karena tugas ini satu dari beberapa instrumen
masyarakat dan bangsa dalam upaya pengembangan manusia sebagai khalifah dibumi.
Tanggung jawab ini dapat dilaksanakan secara individu dan kolektif. Secara
individu dilaksanakan oleh orang tua dan kolektif kerja sama seluruh anggota
keluarga, masyarakat dan ppemerintah.
Menurut Al-Qabisy, pemerintah dan orang tua
bertanggung jawab terhadap pendidikan anak baik berupa bimbingan, pengajaran
secara menyeluruh. Konsep tanggung jawab pendidikan yang dikemukakannya ini
berimplikasi secara tidak langsung dalam melahirkan jenis-jenis lembaga
pendidikan sesuai dengan penanggung jawabnya.
1. Lembaga pendidikan in-formal (keluarga)
Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat adalah persekutuan antar
sekelompok orang yang mempunyai pola-pola kepentingan masing-masing dalam
mendidik anak yang belum ada dilingkungannya.
Dalam islam keluarga dikenal dengan istilah Usrah, dan Nasb. Sejalan dengan
pengertian diatas, keluarga juga dapat diperoleh lewat persusuan dan
pemerdekaan. Pentingnya serta keutamaan keluarga sebagai lembaga pendidikan
Islam disyaratkan dalam Al-Qur’an. Artinya: “ hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluarga mu dari api neraka”. (Tahrim 66:6)
2. Lembaga pendidikan formal (sekolah/madrasah)
Abu Ahmad dan Nur Uhbiyato memberi pengertian tentang lembaga pendidikan
sekolah, yaitu bila dalam pendidikan tersebut diadakan di tempat tertentu,
teratur, sistematis, mempunyai perpanjangan dan dalam kurun waktu tertentu,
berlangsung mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan dasar sampai
pendidikan tinggi dan dilaksanakan berdasarkan aturan resmi yang telah
ditetapkan. Gazalba memasukkan lembaga pendidikan formal ini dalam jenis
pendidikan sekunder, sementara pendidiknya adalah guru yang profesional.
Lembaga pendidikan Islam di Indonesia antara lain: raudhatul athfal atau
bustanul athfal, madrasah ibtidaiyah atau sekolah dasar Islam, madrasah
tsanawiyah, sekolah menengah pertama Islam dan berbagai sekolah lainnnya yang
setingkat.
3. Lembaga pendidikan non-formal (masyarakat)
Lembaga pendidikan non-formal adalah lembaga pendidikan yang teratur namun
tidak mengkuti peraturan-peraturan yang tetap dan kuat. Masyarakat merupakan
kumpulan individu dan kelompok yang terikat oleh kesatuan bangsa, negara,
kebudayaan dan agama. Setiap masyarakat memiliki cita-cita yang diwujudkan
melalui peraturan-peraturan dan sistem kekuasaan tertentu. Islam tidak
membebaskan manusia dari tanggung jawabnya sebagai anggota masyarakat, dia
merupakan bagian yang integral sehingga harus tunduk pada norma-norma yang berlaku
dalam masyarakatnya. Begitu juga dengan tangung jawabnya dalam melaksanakan
tugas-tugas kependidikan.
Berpijak pada tanggung jawab masyarakat di atas, lahirlah lembaga
pendidikan Islam yang dapat dikelompok dalam jenis ini adalah:
·
Mesjid, mushalla, langgar,
surau dan rangkang
·
Madrasah diniyah yang
tidak mengikuti ketetapan resmi
·
Majlis ta’lim, taman
pendidikan al-Quran, taman pendidikan seni al-Quran, wirid remaja/dewasa
·
Kursus-kursus keislaman
·
Badan pembinaan rohani
·
Badan-badan konsultasi
keagamaan
·
Musabaqah tilawah
al-Quran
c. Lembaga Pendidikan Islam Dilihat dari Aspek Tempat dan
Waktu
Pada mulanya pendidikan Islam oleh Nabi saw secara
sembunyi dan disampaikan melalui individu ke individu. Tetapi setelah pemeluk
Islam bertambah banyak diperlukan lembaga pendidikan supaya pelaksanaan
pendidikan lebih efektif dan efektif.
Untuk lebih sistematisnya uraian, maka akan membagi
bentuk lembaga pendidikan itu berdasarkan babakan sejarah pendidikan Islam,
yaitu:
a) Periode Pembinaan
Lembaga pendidikan pertama dalam Islam adalah keluarga atau rumah tangga.
Dalam sejarah, bahwa rumah tangga yang dijadikan basis dan markas pendidikan
Islam pertama adalah rumah tangga (dar) Arqam bin Abi Arqam. Rumah sebagai
lembaga sosial pendidikan dalam Islam diisyaratkan Al-Qur'an. Firman Allah swt:
Artinya: “Ajarilah keluargamu yang terdekat” (Asy-Syu'ara’ ayat 214)
Secara formal di rumah Arqam inilah Nabi saw mengajarkan pokok-pokok ajaran
Islam kepada para sahabat, dan di sini pula Nabi saw menerima para tamu yang
ingin bertanya tentang ajaran Islam dan orang yang ingin masuk Islam.
Hijrah Nabi saw ke Madinah merupakan pertanda bagi terbukanya lembaga
pendidikan baru dalam sejarah pendidikan Islam, di samping keluarga. Lembaga
pendidika baru adalah masjid. Sudah menjadi tradisi di dalam Islam semenjak
Nabi bahwa rumah suci mesjid menjadi tempat melatih dan memimpin anak-anak muda
dengan berbagai kepandaian dan dengan latihan akhlak yang tinggi. Masjid dalam
sejarah pendidikan Islam tidak hanya berfungsi sebagai tempat beribadah, tetapi
juga berfungsi sebagai pusat pendidikan dan kebudayaan. Di masjid dilaksanakan
proses pembelajaran, baik di dalam masjid itu sendiri maupun di samping masjid
dalam bentuk Suffah atau Kuttab. Proses pendidikan di masjid ini pada umumnya
dengan menggunakan sistem balaghah (guru duduk di masjid dan murid-murid duduk
mengelilinginya).
Karakteristik yang menonjol dari pendidikan Islam pada periode ini adalah
bahwa pendidikan itu diberikan dengan cuma-cuma dan merupakan kewajiban bagi
setiap anak orang Islam untuk mendapatkannya serta dapat mendorong anak didik
untuk menggunakan pikiran dan mendorong mereka melakukan penyelidikan
Illahiyah.
b) Periode Keemasan
Periode keemasan dan kejayaan pendidikan Islam terjadi pada masa Dinasti
Abasiyah ataupun masa Dinasti Umayah di Spanyol. Pada periode ini daerah
kekuasaan Islam meluas dari India dan Asia Tengah dan sampai ke Spanyol dan
Maroko. Lembaga pendidikan periode ini selain keluarga, masjid dan kuttab
adalah masjid jami’, istana khalifah, umah-rumah para pangeran, menteri dan
ulama, kedai dan toko buku, salon-salon kesusastraan, ribath, rumah-rumah sakit
(al-birraristan), observaorim, dan tempat-empat eksperimen ilmiah serta dar al
hikmah, bait al-hikmah dar al-ilm, ataupun dar al-kutub.
Adapun karateristik yang menonjol pada periode ini adalah:
1) Kesempatan untuk mendapat pendidikan kepada anak setiap orang Islam dengan
cuma-Cuma
2) Sifatnya universal, toleran, berpikiran luas, kreatif, dinamis, rasional,
terdapat keseimbangan antara ilmu dan agama dan sumbernya dari al-Quran dan
al-Hadits.
c) Periode Penurunan
Periode dimulai pada permulaan abad ke-11 M sampai abad Ke-15 M. Pada
periode ini perkembangan kebudayaan, peradaban dan sains menurun di Timur
Tengah. Lembaga-lembaga pendidikan Islam umumnya ditekankan fungsinya kepada
studi keagamaan dan tempat pendidikan dan latihan bagi keperluan politik guna
mempertahankan kepercayaan dan politik Islam. Karakteristik yang menonjol
adalah tumbuhnya sekolah-sekolah untuk anak yatim dan anak-anak orang miskin,
yaitu di bawah raja-raja Mamluk di Mesir dan Syiria.
d) Periode Stagnasi dan Kehancuran
Periode ini terjadi pada abad ke-15 sampai abad ke-19. Keadaan lembaga
pendidikan Islam pada masa ini mundur dan bahkan mengalami kehancuran.
Masjid-masjid dan sekolah-sekolah yang terbesar dalam dunia Islam tampak megah
dan indah, namun muridnya hanya sedikit dan mereka umumnya hanya mempelajari
fiqh. Perhatian mereka terhadap ilmu keduniaan seperti ilmu ekonomi berkurang
sekali. Akibatnya bantuan ekonomi dan kebudayaan bagi pendidikan juga berkurang.
e) Periode Modern
Pada permulaan abad ke-19 M dari periode ini umat Islam sudah mulai sadar
akan kelemahan dan kemunduran kebudayaan dan peradabannya bila dibandingkan
dengan dunia barat yang sudah maju. Kemajuan yang didapat oleh dunia Islam
dalam bidang pendidikan sekarang di samping hasil gerakan reformasi yang
dilancarkan oleh pemimpin umat Islam sebelumnya seperti Muhammad Ibn Abd Wabhab
yang antara lain menganjurkan kembali kepada al-Quran, Hadits, masa kehidupan
Nabi saw di masa Khulafaur Rasyidin. Di bawah pengaruh kebudayaan Barat modern
sistem sekolah-sekolah dasar, menengah, sekolah-sekolah kejuruan,
sekolah-sekolah teknik, dan sampai pada sistem universitas yang ada di Arab dan
dunia Islam dipengaruhi ata disesuaikan (adaptasi) menurut pola Barat dan
begitu juga halnya dalam hal penyusunan silabus dan kurikulum.
Usaha-usaha umat Islam dalam memodernisasikan pendidikan kebudayaan Barat
modern telah menimbulkan dualisme lembaga (institusi) pendidikan, yaitu:
-
Lembaga pendidikan
Islam yang hanya berorientasi ke Barat dalam membangun masa depannya
-
Lembaga pendidikan yang
hanya berorientasi ke masa lampau (zaman klasik.
Kedua bentuk
pertentangan yang ada dalam lembaga-lembaga pendidikan Islam ini harus diatasi,
agar masyarakat tidak salah tafsir dalam menilai warisan peninggalan
kebudayaan, adat dan peradaban Islam klasik dan dalam menerima kemajuan yang
didapat dari kebudayaan modern mengingat warisan zaman klasik Islam masa lampau
itu jiwa dan semangat pendidikan dan ilmiahnya masih relevan dengan masa
sekarang.
D. Tri Pusat Pendidikan
Di Indonesia terkenal pula Tri Pusat Pendidikan, yaitu:
1. Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga adalah lingkungan pendidikan pertama, karena dalam
keluarga inilah anak pertama-tama mendapat didikan dan bimbingan.
2. Lingkungan Sekolah
Kehidupan di sekolah merupakan suatu jembatan yang menghubungkan antara
kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat. Di sekolah
anak-anak mendapatkan pengajaran dan pendidikan dibawah asuhan seorang guru.
3. Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat mempunyai arti yang lebih dari arti suatu lingkungan
sekolah dan lingkungan keluarga. Pengawasan tingkah laku perbuatan anak dalam
lingkungan masyarakan dilakukan oleh petugas-petugas hukum dalam masyarakat,
atau juga orang-orang lain yang berada dalam masyarakat.
E. Analisis Kritis Lembaga Pendidikan
Analisis kritis pendidikan islam dapat dilakukan dengan menganalisa
problem-problem pendidikan islam. Setidaknya ada 4 (empat) problem pendidikan
islam sebagaimana yang dipetakan Muhaimin,[1]
tapi pilihan problem hanya pada wilayah masalah-masalah operasional
pendidikan agama (operasional problems) dari problem klasik sampai problem
kontemporer yaitu diantaranya;
1. Problem Religious Culture (Budaya Agamis)
Wilayah operasional problems persoalan mendasar
pendidikan islam yaitu masalah religious culture (budaya
keberagamaan). Fenomena berbagai penyimpangan religiusitas pelajar seperti
kejadian tawuran pelajar di Indonesia, berada pada tahap
yang mengkhawatirkan, dan telah memakan korban jiwa para pelajar yang
seharusnya menjadi penerus bangsa. Di antara mereka bahkan melakukan
penganiayaan hingga menewaskan lawannya dengan perasaan tidak bersalah dan
berdosa.
Dalam khazanah Islam, aspek kepribadian selalu
termanifestasikan dalam bentuk religiositas umat yang lebih banyak berkaitan
dengan kecerdasan emosional dan spiritual yang bertumpu masalah kesadaran
diri. Religiositas ialah kesadaran relasi manusia dengan Tuhan, relasi manusia
dengan sesama, relasi manusia dengan alam dan relasi manusia dengan dirinya
sendiri. Ketidakmampuan pendidikan dalam menumbuhkan kesadaran diri akan bisa
mendorong tumbuhnya sifat negatif manusia dalam hubungan sosial yang luas,
seperti perilaku kekerasan atau tindakan brutal lainnya. Apakah arah pendidikan
islam telah menuju transfer of knowledge menjadi transfer of values ?
2. Problem School Culture (budaya sekolah)
Wilayah operasional problems persoalan mendasar
pendidikan islam di sekolah umum yaitu masalah pluralitas
agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia dan masalah alokasi waktu
yang sempit.[2]
Pemilihan problematika itu didasarkan pada asumsi bahwa persoalan tersebut
sebenarnya bersifat klasik, namun hingga kini belum juga terselesaikan dengan
baik, sehingga pada gilirannya akan menjadi persoalan yang berkesinambungan
hingga dari satu periode ke periode berikutnya.[3]
Apakah pendidikan islam telah menuju arah pendidikan
multicultural yang menampilkan islam inklusif ditengah kemajemukan agama dan
budaya?, dan apakah arah pendidikan islam telah mengembangkan budaya sekolah
sebagai pembentukan karakter bangsa yang selama ini telah menjauh dari karakter
asli bangsa yang religious, berprikemanusiaan, menjunjung tinggi persatuan dan
kesantuan bangsa, bermusyawarah, berkeadilan?
3. Problem Fungsional: Kemiskinan dan Ketenagakerjaan
Fungsi dan peran pendidikan islam sesungguhnya
adalah menjadikan nilai dasar-dasar itu fungsional, baik dalam konteks
kebutuhan hidup individu maupun sosial. Termasuk dalam menjawab peluang dan
tantangan persoalan-persoalan kontemporer (global) seperti kemiskinan dan
ketenagakerjaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Simpulan yang dapat diambil dari pemaparan di atas adalah seagai berikut:
1. Lembaga pendidikan merupakan salah satu sistem yang memungkinkan
berlangsungnya pendidikan secara berkesinambungan dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan.
2. Tanggung jawab lembaga pendidikan dalam segala jenisnya menurut pandangan
Islam adalah kaitannya dengan usaha mensukseskan misi dalam tiga macam tunttan
hidup seorang muslim,yaitu: Pembebasan manusia dari ancaman api neraka,
pembinaan umat manusia menjadi hamba Allah yang memiliki keselarasan dan
keseimbangan hidup bahagia di dunia dan di akhirat, membentuk diri pribadi
manusia yang memancarkan sinar keimanan.
3. Jenis-jenis lembaga pendidikan Islam dapat dilihat dari berbagai aspek,
yaitu dilihat dari ajaran Islam sebagai asasnya, ditinjau dari aspek penanggung
jawab, dan dilihat dari aspek tempat dan waktu.
4. Di Indonesia dikenal juga Tri Pusat Pendidikan, yaitu lingkungan keluarga,
sekolah dan masyarakat.
B.
Saran
Kami sebagai penyusun menyadari bahwa pembuatan makalah ini, masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengaharapkan kritik dan
sarannya yang membangun, agar pembuatan makalah ini bisa lebih baik lagi.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca umumnya dan khususnya bagi kami.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, H. Zainal Arifin, Memperkembangkan dan Mempertahankan
Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Bulan
Bintang, 1976
Nasution
Harun, et.al., Edit.Saiful Mujani dan Arif Subhan, Pendidikan Agama
Dalam Perspektif Agama-agama (Jakarta : Konsorsium Pendidikan Agama Di
Perguruan Tinggi Umum,1995)
M. Arifin, Filsafat Pendidikan IsIlam. Jakarta: Bumi Aksara,
1993
Ramayulis, H, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam
Mulia, 2008
[1] Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam Mengurai
Benang Kusut Dunia Pendidikan, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2006),
17
[2] Nasution
Harun, et.al., Edit.Saiful Mujani dan Arif Subhan, Pendidikan Agama
Dalam Perspektif Agama-agama (Jakarta : Konsorsium Pendidikan Agama Di
Perguruan Tinggi Umum,1995), 1
[3] Muhaimin,op.cit, hlm.124